Wednesday, July 20, 2011

Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak. Agar Faktur Pajak dapat berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Faktur Pajak harus memenuhi dua persyaratan yaitu persyaratan formal dan persyaratan material sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU PPN yang berbunyi: ”Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material”.
Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (9), Faktur Pajak dikatakan telah memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 13 ayat (5) yaitu Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
  8.  
    Persyaratan formal dari faktur pajak diatas wajib dipenuhi oleh Pengusaha Kena Pajak yang menjual BKP/JKP karena apabila tidak dipenuhi, Faktur Pajak yang diterbitkan dianggap cacat sehingga tidak dapat dijadikan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menjadi lawan transaksinya (oleh PKP pembeli). Selain itu kepada Pengusaha Kena Pajak penerbit Faktur Pajak, sesuai bunyi Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak,  akan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% dikalikan nilai transaksi yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut.
    Tidak semua Pengusaha Kena Pajak yang dikarenakan membuat faktur pajak tidak sesuai persyaratan formal terkena sanksi, ada pengecualian dari pengenaan sanksi apabila Pengusaha Kena Pajak keliru atau tidak mengisi secara lengkap nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dan keliru atau tidak mengisi secara lengkap nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak serta nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran. Kepada Pengusaha Kena Pajak penerbit faktur pajak tidak lengkap tersebut tidak dikenakan sanksi denda pasal 14 ayat (1) sebesar 2%, namun Pengusaha Kena Pajak yang penerima tidak dapat menjadikan Faktur Pajak tersebut sebagai Pajak Masukan.
    Persyaratan Material
    Persyaratan material dari Faktur Pajak adalah telah terpenuhi apabila keterangan yang tercantum dalam faktur pajak jelas dan sesuai dengan kejadian transaksi yang sebenarnya dari BKP atau JKP yang diperjualbelikan. Berikut sebagian bunyi penjelasan Pasal 13 ayat (9) UU PPN :
    ”Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.”
    ”Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material
    Diluar batasan pemenuhan persyaratan formal dan material dari Faktur pajak, dalam rangka pengkreditan Faktur Pajak Pajak Masukan terdapat hal yang perlu diperhatikan yang sudah diatur secara pasti dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN yaitu mengenai Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
    Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan
    Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) UU PPN pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
    1. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
    2. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
    3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
    4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
    5. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
    6. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
    7. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
    8. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
    9. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
    Jangka Waktu pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Pasal 9 ayat (9) adalah ”Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.”
    Semoga bermanfaat, salam.

    0 comments :

    Post a Comment